Harian Sejarah - Perang Candu atau Perang Opium, dalam bahasa Inggris disebut Opium War, merupakan konflik bersenjata yang berlangsung dua kali di China sekitara pertengahan abad ke-19 antara kekuatan negara-negara Barat dan dinasti Qing (1644-1912) yang memerintah China.
Perang Candu pertama kali terjadi pada tahun 1839 yang merupakan pertempuran antara Inggris dan China, kemudian berakhir pada tahun 1842. Perang Candu kedua terjadi pada tahun 1856 yang juga dikenal sebagai Perang Panah atau Perang Anglo-Prancis di China. Perang ini melibatkan Inggris dan Prancis melawan China. Dalam Perang Candu kekuatan asing selalu menang dan mendapatkan hak komersial dan ijin berdagang di China.
Selama ratusan tahun, China tidak berhubungan dengan kegiatan ekonomi dunia lain. Meskipun demikian, banyak pedagang Eropa sangat ingin berdagang di Cina. Wilayah Cina saat itu terkenal sebagai produsen sutera, rempah-rempah, teh, dan porselan berkualitas. Komoditi tersebut sangat populer di Eropa. Namun, pemerintah Cina di bawah Dinasti Qing hanya mengizinkan perdagangan dilaksanakan di satu pelabuhan, yakni di Guangzhou (Kanton).
Di sisi lain, pengembangan East India Company oleh Inggris berarti menjadikan candu dalam jumlah besar yang diproduksi di Bengali, India membutuhkan pasar baru. Untuk menyiasati kebijakan pemerintah Cina, pedagang Inggris mulai merencakan strategi agar Cina mau membuka perdagangan dengan mereka.
Gambar yang mengilustrasikan serangan Inggris selama Perang Candu Kedua. Foto: Britannica
Para pedagang asing mulai menyelendupkan candu ke negara Cina, sehingga penduduk Cina terpaksa menjual barang-barang berharga mereka untuk ditukar dengan candu. Bangsa Cina sendiri sebenarnya telah mengenal candu sejak abad ke-15, namun Dinasti Qing melarang penghisapan candu pada tahun 1729, karena efeknya yang merusak.
Perdagangan candu sebelumnya dipelopori oleh bangsa India di bawah daulah Mughal, di mana perdagangan candu ilegal melalui Cina Selatan mendatangkan keuntungan besar. Ketika Inggris menguasai India, mereka melihat perdagangan candu sebagai peluang emas untuk memperbesar devisa.
Perang Candu Pertama
Proses pemusnahan opium ilegal di Humen. Foto: Pinterest
Perang Opium muncul dari usaha China untuk menekan perdagangan opium. Pedagang asing (terutama Inggris) secara tidak resmi mengekspor opium terutama dari India ke China sejak abad ke-18, namun perdagangan tersebut meningkat secara dramatis sekitar tahun 1820. Kecanduan yang meluas di China menyebabkan gangguan sosial dan ekonomi yang serius di sana.
Pada bulan Maret 1839 pemerintah China menyita dan menghancurkan lebih dari 20.000 peti candu dan sekitar 1.400 ton obat-obatan yang disimpan di Kanton (Guangzhou) oleh pedagang Inggris.
Ketegangan kemudian terjadi antara kedua belah pihak, ketika terdapat pelaut Inggris yang mabuk membunuh seorang warga desa China. Pemerintah Inggris, yang tidak ingin rakyatnya diadili dalam sistem hukum China, menolak untuk menyerahkan orang-orang yang dituduh ke pengadilan China.
Permusuhan terjadi beberapa bulan kemudian ketika kapal perang Inggris menghancurkan blokade Cina di muara Sungai Mutiara (Zhu Jiang) di Hong Kong. Pemerintah Inggris memutuskan pada awal 1840 untuk mengirim pasukan ekspedisi ke China, yang tiba di Hong Kong pada bulan Juni. Armada Inggris melanjutkan perjalanan dari muara Sungai Mutiara ke Kanton, dan, setelah berbulan-bulan melakukan perundingan di sana, Inggris kemudian menyerang dan menduduki kota tersebut pada bulan Mei 1841.
Pasukan Inggris kemudian melawan pasukan dinasti Qing pada musim semi tahun 1842. Inggris kemudian bertahan sebelum akhirnya melakukan serangan balasan dan berhasil menduduki Nanjing (Nanking) pada akhir Agustus.
Di tengah kondisi Cina yang semakin terdesak. Kaisar Daoguang tidak menemukan jalan yang lebih baik selain menyerah kepada pihak Inggris. Pemerintah Cina dipaksa menyetujui Perjanjian Nanjing, yang banyak merugikan mereka.
Berikut point-point penting dari Perjanjian Nanjing:
- Cina menyewakan Xianggang (Hongkong) pada Inggris.
- Pelabuhan-pelabuhan Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzhou, dan Shanghai harus dibuka bagi perdagangan dengan pihak Inggris.
- Cina diwajibkan membayar kerugian perang sebesar 21 juta mata uang perak.
- Memberikan hak istimewa bagi Inggris, serta membuka daerah khusus (ekstrateritorial) sebagai tempat tinggal warga Inggris.
- Hubungan antara pejabat-pejabat Cina dan Inggris harus berdasarkan asas sama rata.
- Inggris berhak mengangkat konsul di tiap-tiap pelabuhan yang dibuka bagi aktivitas perdagangan mereka.
- Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 1842, sama sekali tidak menyelesaikan masalah penyelundupan candu. Penyelundupan masih berlangsung, meskipun secara resmi tetap dilarang.
Perang Candu Kedua
Ilustrasi serangan sekutu di Kanton (Guangzhou) pada tahun 1856, selama Perang Candu II. Foto: Britannica
Pada pertengahan tahun 1850an, Inggris berusaha memperpanjang hak perdagangan mereka. Inggris kemudian berusaha menyulut kembali permusuhan dengan China yang tengah bersaha memadamkan Pemberontakan Taiping.
Pihak Inggris ingin memperkuat pengaruhnya di Cina dengan memaksa Dinasti Qing memperluas wilayah perjanjian Nanjing. Pada tahun 1854, mereka menuntut seluruh Cina dijadikan wilayah dagang terbuka bagi East India Company, perdagangan candu dilegalkan, dan diperbolehkannya duta besar Inggris ditempatkan di Beijing.
Pada awal Oktober 1856 beberapa pejabat China menaiki kapal Arrow milik Inggris yang berlabuh di Kanton. Mereka kemudian membebaskan beberapa awak China dan menurunkan bendera Inggris. Atas kejadian tersebut Kapal Perang Inggris kemudian berlayar dan mulai memborbardir Kanton yang menyulurt pertempuran pasukan Inggris dengan China.
Pada bulan Desember orang Tionghoa di Kanton membakar pabrik-pabrik asing (gudang perdagangan) di sana, yang menyebabkan ketegangan semakin meningkat.
Perancis memutuskan untuk bergabung dengan ekspedisi militer Inggris di China, dengan alasan sebagai pembalasan atas pembunuhan seorang misionaris Perancis di pedalaman China pada awal tahun 1856. Perancis kemudian memulai operasi militer di China tahun 1857 setelah beberapa kekuatan Inggris kembali ke India untuk meredakan pemberontakan.
Perancis dan Inggris dengan cepat menguasai Kanton, menggulingkan gubernur kota yang keras kepala, dan memasang pejabat yang lebih patuh. Pada bulan April 1858 tentara sekutu di kapal perang Inggris mencapai Tianjin (Tientsin) dan memaksa China melakukan negosiasi.
Sementara itu, Kaisar Xianfeng melarikan diri ke Jehol. Perang Candu II kemudian berakhir setelah pihak Cina bersedia menandatangani Perjanjian Tianjin pada bulan Juni 1858. Berikut isi dari perjanjian Tianjin:
- Inggris, Prancis, Amerika, dan Rusia diizinkan membuka kedutaan di Beijing, yang saat itu merupakan kota tertutup bagi orang asing.
- Sepuluh pelabuhan baru dibuka bagi bangsa Barat, termasuk Danshui, Hankou, Niuzhuang, dan Nanjing.
- Pemberian izin kunjungan orang asing ke pedalaman Cina, baik untuk urusan dagang atau kegiatan misionaris.
- Cina harus membayar kerugian perang sebesar 4 juta tail perak pada Inggris dan 2 jut apada Prancis.
- Pelarangan menyebut bangsa Barat sebagai yi (barbar).
Meskipun perjanjian telah ditandatangani, China tetap tidak mengizinkan pendirian kedutaan asing di Beijing. Oleh karena itu, pada tahun 1860, kekuatan gabungan Inggris dan Prancis kembali melancarkan serangan, dan berhasil menaklukan Beijing pada tanggal 6 Oktober 1860.
Dinasti Qing kemudian dipaksa oleh Inggris dan Perancis untuk menjalankan seluruh isi perjanjian Tianjin dalam wujud Konvensi Beijing yang diratifikasi pada tanggal 18 Oktober 1860. Adapun isi dari ratifikasi adalah sebagai berikut:
- Cina mengakui kembali Perjanjian Tianjin.
- Menjadikan Tianjin sebagai pelabuhan terbuka.
- Kerugian yang harus diganti Cina kepada Inggris dan Prancis ditingkatkan menjadi 8 juta nail perak.
- Perdagangan candu dilegalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar