Rabu, 30 Januari 2019

Legenda (Sejarah) Adanya Putri Duyung di Dunia

Dunia memang selalu diliputi jutaan mitos dan misteri yang tak terpecahkan. Banyak yang menganggap itu hanya sekedar imajinasi dan khayalan semata. Namun tak sedikit yang meyakini keberadaanya dan menganggap semua itu bagian dari kemisteriusan alam semesta.

Seperti halnya keberadaan putri duyung, Putri duyung adalah makhluk air yang memiliki tubuh layaknya seorang perempuan dari pinggang sampai kepala, sedangkan bagian tubuhnya dari pinggang ke bawah menyerupai ikan.

Putri Duyung muncul dalam berbagai cerita rakyat banyak budaya di seluruh dunia, termasuk timur dekat (Asia Barat Daya), Eropa, Afrika, dan Asia.
Legenda (Sejarah) Adanya Putri Duyung di Dunia
Ilustrasi Putri Duyung

Hingga saat ini putri duyung masih menjadi sebuah legenda karena belum dapat dibuktikan secara ilmiah keberadaannya. Namun ada beberapa cerita lama yang mengisahkan sejarah dan asal usul kemunculan putri duyung, seperti: 

1. Putri yang Terkutuk 
Bukti sejarah menyatakan bahwa putri duyung berasal dari sekitar tahun 1.000 SM. Asal usul dari putri duyung ini ditulis dalam bentuk naskah tua yang berasal dari budaya Assyria. Para arkeolog di wilayah sekitar mengatakan bahwa masyarakat Assyria sangat percaya bahwa putri duyung adalah seorang putri dari kerajaan yang dikutuk oleh alam. Putri tersebut dikutuk menjadi duyung karena telah membunuh suaminya sendiri. Wujud dari putri itu adalah manusia setengah ikan, di mana bagian pinggang ke bawah putri itu berbentuk seperti ikan. Sosok putri duyung tersebut persis seperti penggambaran yang sering kita lihat di film ataupun di televisi. 

2. Putri yang Patah Hati 
Cerita ini juga berasal dari masyarakat Assyria, namun versinya berbeda dari cerita sebelumnya. Dahulu kala, ada seorang ibu dari Ratu Assyiria bernama Dewi Atargatis. Dewi ini jatuh cinta kepada seorang gembala. Akan tetapi, pada akhirnya ia mati karena rasa cintanya tersebut. Ia malu karena ketahuan mencintai seorang gembala, akhirnya ia menceburkan diri ke danau untuk merubah dirinya jadi seekor ikan. Namun, karena Dewi Atargatis memiliki kecantikan yang sangat sempurna, ia tidak bisa berubah sepenuhnya menjadi ikan. Hanya separuh tubuh bagian bawahnya saja yang menyerupai ikan, tetapi parasnya tetap cantik layaknya seorang dewi. 

3. Putri Duyung Adalah Pengawal Dewi Laut Masyarakat Yunani dan Romawi 
Percaya bahwa putri duyung memang sengaja diciptakan oleh dewa dan dewi laut, seperti Poseidon, Neptune, dan Triton. Dewa dan dewi laut menciptakan putri duyung sebagai pengawal mereka. Putri duyung menemani dan mengawal perjalanan dewa dan dewi saat mengelilingi laut. Bahkan, dalam mitologi Yunani, duyung tidak hanya berjenis kelamin wanita, tetapi adapun duyung pria. Konon, para putra dan putri duyung ini memiliki kekuatan yang cukup tinggi. Sampai saat ini, masyarakat Yunani menganggap duyung adalah penjaga laut. Mereka sengaja menenggelamkan kapal-kapal yang bermuatan orang-orang jahat atau barang-barang ilegal. 

4. Nelayan yang Terkutuk Masyarakat 
Negeri sakura memilih versi misteri putri duyung yang berbeda mengenai asal usul putri duyung. Dahulu kala, ada seorang nelayan yang mengikuti kepercayaan Shinto. Nelayan ini mengikat janji pada gurunya bahwa ia tidak akan memakan hewan. Namun, nelayan tersebut mengingkari janjinya, ia membunuh banyak hewan untuk dimakan dagingnya. Pada akhirnya, nelayan itu dikutuk menjadi monster setengah ikan yang hidup di dalam laut. Hingga saat ini kepercayaan Shinto melarang pengikutnya untuk mengkonsumsi mahluk hidup yang bernyawa. Jika Anda sedang berjalan-jalan ke Jepang, Anda bisa mampir ke Kuil Shinto yang ada di Fujinomiya. Di sana, Anda bisa melihat bukti adanya putri duyung melalui mumi duyung yang usianya mencapai 1.400 tahun.

Namun, jangan bayangkan mumi ini tampak cantik seperti putri duyung dalam dongeng. Mumi ini lebih cocok disebut sebagai hantu putri duyung karena memiliki berkepala besar dengan sedikit rambut, mata dan mulutnya terbuka, serta wajahnya terlihat seram. 

Bukti Keberadaan Putri Duyung Benar
Benar atau tidaknya legenda yang berasal dari beberapa negara tersebut, ada beberapa bukti bahwa putri duyung memang benar-benar ada. Konon, di kawasan Cornwall, Inggris, ada sebuah batu yang pernah diduduki oleh putri duyung. Putri tersebut duduk di batu itu sembari bernyanyi. Nyanyian yang dilantunkan oleh putri duyung tersebut mengakibatkan tewasnya seorang nelayan lokal. Nyanyian seorang putri duyung dapat membuat orang terpikat. Karena terpikat dan ingin mencari sumber suara indah tersebut, banyak orang yang tewas karena tenggelam. 

Oleh karena itu, nyanyian dari seorang putri duyung memiliki kekuatan mistis yang sangat kuat. Selain itu, keberadaan putri duyung juga dibenarkan oleh seorang pelaut terkenal, Christopher Colombus. Dalam jurnalnya, Colombus menulis bahwa ia pernah melihat tiga putri duyung melintas di sekitar perairan Karibia. Colombus yang sedang dalam perjalanan menuju Rio Del Oro tersebut mengatakan bahwa paras putri duyung tidak secantik lukisan, tetapi benar mereka memiliki rupa manusia. Pernyataan Colombus mengenai putri duyung ini dikutip dari The Diary of Christopher Colombus, 9 Januari 1493.

Referensi:
https://bacaterus.com/misteri-putri-duyung/
http://blogmisteritesla.blogspot.com/2018/02/legenda-putri-duyung.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Putri_duyung
https://www.kaskus.co.id/thread/5a7740e4dc06bd0b678b456e/tak-cuma-legenda-7-putri-duyung-ini-pernah-menampakkan-diri-ada-di-indonesia/

Selasa, 08 Januari 2019

Sejarah Awal Kisah Lengkap Wali Songo (Sembilan Wali)

Wali Songo terdiri dari dua kata Wali dan Songo. Kata Wali artinya adalah wakil atau menurut agama Islam ada istilah waliyullah yang berarti wali Allah dan juga mempunyai makna sahabat Allah atau kekasih Allah. Sedangkan Songo artinya adalah sembilan. Sehingga secara bahasa Wali Songo berarti Sembilan Wali Allah. Nama-nama 9 Wali Songo adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Kali ini akan dibahas mengenai sejarah Wali Songo lengkap beserta biografi dan silsilahnya.

Walisongo memiliki peran penting sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Era Walisongo dimulai saat berakhirnya kerajaan Hindu-Budha untuk berganti pada kebudayaan Islam. Wali Songo tinggal di beberapa wilayah pentingi di pantai utara Pulau Jawa baik di Jawa Timur, Jawa Tengah atau Jawa Barat.
Sejarah Awal Kisah Lengkap Wali Songo (Sembilan Wali)
Wali Songo

Sampai saat ini Wali Songo pun dikenang sebagai tokoh penting dan terkadang dikeramatkan pula. Makam Wali Songo pun masih banyak dikunjungi dan dijadikan wisata religi. Tiap tahun banyak yang melakukan ziarah wali songo dari berbagai penjuru Indonesia.

Tokoh-Tokoh Wali Songo

1. Sunan Gresik: Maulana Malik Ibrahim

Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik termasuk salah seorang Sunan dari 9 nama-nama Wali Songo. Menurut sejarah Wali Songo inti pokok perjuangan Sunan Gresik adalah untuk menghapuskan sistem kasta yang ada pada masyarakat. Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran agam islam yang menyatakan bahwa semua manusia itu sama di mata Allah SWT, yang membedakan hanyalah amal ibadahnya saja.

Nama Asli Sunan Gresik: Maulana Malik Ibrahim.
Wilayah Dakwah Sunan Gresik: Gresik, Jawa Timur.
Peninggalan Sunan Gresik: Masjid Malik Ibrahim di Leran, Gresik, Jawa Timur.
Tahun Wafatnya: 1419 masehi
Makam Sunan Gresik: Desa Gapura Wetan, Gresik.

Berdasarkan catatan sejarah Wali Songo, Sunan Gresik merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW ke 22. Beliau pertama kali memulai menyebarkan luaskan agama Islam di pulau Jawa di akhir era kekuasaan kerajaan Majapahit.

Beliau menarik hati masyarakat pada saat itu dengan cara bertani dan menjadi pedagang. Sehingga bisa merangkul dan menolong rakyat jelata yang menjadi korban dari perang saudara sebagai dampak runtuhnya kerajaan Majapahit. Sehingga banyak rakyat jelata yang terbantu dan secara perlahan tertarik belajar Islam.

Karena terus bertambahnya masyarakat yang berkeinginan mempelajari Islam dengan baik. Akhirnya Sunan Gresik mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur. Di tempat itulah Sunan Gresik selama bertahun-tahun mengajarkan tentang ilmu agama Islam hingga akhir hayatnya.

Asal Usul Sunan Gresik
Ada yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Turki dan pernah mengembara di Gujarat sehingga beliau cukup berpengalaman menghadapi orang-orang Hindu di pulau Jawa. Gujarat adalah wilayah negara Hindia yang kebanyakan penduduknya beragama Hindu.

Dahulu sebelum Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa. Sebenarnya sudah terdapat sebagian masyarakat yang memeluk agama islam di daerah sekitar pantai utara, termasuk di desa Leran. Hal itu dapat diketahui dengan adanya bukti berupa makam seorang wanita bernama Fatimah Binti Maimun yang meninggal pada tahun 1082 M atau tahun 475 Hijriah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Islam sudah ada di pulau jawa sebelum jaman Wali Songo. Tepatnya di daerah sekitar Jepara dan Leren. Tetapi ajaran agam Islam yang ada pada saat itu masih belum berkembang secara luas.

Sejarah Sunan Gresik
Syekh Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal oleh penduduk setempat dengan nama Kakek Bantal itu diprediksi pertama kali datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik hingga akhir wafatnya yaitu pada tahun 1419 M.

Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyat Majapahit sebagian besar masih beragama Hindu atau Budha. Namun terdapat juga beberapa rakyat Gresik yang beragam Islam, tetapi masih banyak yang beragama Hindu atau bahkan tidak memiliki agama.

Pada makamnya terdapat sebuah tulisan yang berbunyi:

Inilah makam Almarhum Almaghfur, yang mengharap rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, para Sultan dan para Menteri, penolong para Fakir dan Miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan RahmatNya dan KeridhaanNya, dan dimasukkan ke dalam Surga. Telah Wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 822 H.

Selama berdakwah menyebarkan agama islam kakek bantal memakai cara yang bijaksana dan strategi yang tepat sesuai dengan tuntunan Al Quran yaitu :
�Hendaklah engkau ajak ke jalan Tuhan-Mu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan petunjuk-petunjuk yang baik serta ajaklah mereka berdialog (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya (QS. An Nahl ; 125)�
Sifatnya yang lemah lembut, ramah tamah, dan welas asih kepada semua, baik orang muslim maupun non muslim menjadikan beliau terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani. Berkat akhlaknya yang sehingga menarik hati masyarakat untuk berbondong-bondong masuk Islam secara suka rela dan menjadi pengikutnya yang setia.

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Walisongo. Menurut sejarah Walisongo inti sari dari ajaran Sunan Ampel yang terkenal pada saat itu yaitu �Moh Limo�. Moh Limo merupakan bahasa jawa yang mempunyai makna Moh artinya tidak atau menolak, dan Limo memiliki arti lima.

Maksudnya adalah pada inti ajaran beliau terdapat makna �Untuk menolak dan tidak mengerjakan lima perkara. Kelima perkara itu  adalah Moh Main (Tidak Berjudi), Moh Ngombe (Tidak Minum Alkohol), Moh Maling (Tidak Mencuri), Moh Madat (Tidak Menghisap Narkoba), Moh Madon (Tidak Berzina).
  • Nama Asli Sunan Ampel: Raden Rahmat.
  • Wilayah Dakwah Sunan Ampel: Surabaya.
  • Peninggalan Sunan Ampel: Masjid Ampel di Ampel Denta, Surabaya.
  • Tahun Wafatnya: 1481 M.
  • Makam Sunan Ampel: Sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Menurut sejarah Sunan Ampel merupakan anak dari pasangan Sunan Gresik dan Dewi Condro Wulan. Beliau menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat di daerah pedesaan Ampel Denta di Surabaya. Di tempat itu Beliau mendirikan pondok pesantren untuk masyarakat yang hendak belajar dan mendalami ajaran agama Islam.

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Dalam sejarah Wali Songo, Sunan Bonang merupakan salah satu tokoh Wali Songo yang dalam ajarannya beliau menyampaikan �Jangan bertanya, Jangan memuja nabi dan wali-wali, jangan mengaku Tuhan. Jangan mengira tidak ada padahal ada, sebaiknya diam, jangan sampai di goncang kebingungan.
  • Nama Asli Sunan Bonang: Maulana Makdum Ibrahim.
  • Wilayah Dakwah Sunan Bonang: Tuban, Jawa Timur.
  • Peninggalan Sunan Bonang: Alat musik tradisional gamelan yang berisi bonang, bende dan kenong. Juga perkenalkan gapura yang berarsitektur tema islam.
  • Tahun Wafatnya: 1525 M.
  • Makam Sunan Bonang: Tuban, Jawa Timur.
Menurut sejarah Wali Songo Sunan Bonang yang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim adalah putra dari pasangan Sunan Ampel dan Dewi Condrowati. Sesudahtelah ayahnya Sunan Ampel wafat Sunan Bonang mengambil keputusan untuk belajar agama di Malaka yang berada di wilayah Samudra Pasai.

Di tempat itu Sunan Bonang berguru dan belajar dari Sunan Giri yang memiliki ilmu khusus dalam tata cara dakwah mengajarkan agama Islam yang dapat membuat banyak masyarakat tertarik hatinya. Kemudian sesudah selesai menimba ilmu di sana Beliau kembali lagi ke Tuban.

Sesampainya di Tuban Sunan Bonang mendirikan sebuah pondok pesantren di tanah kelahiran ibunya tersebut. Karena karakteristik masyarakat Tuban yang sangat menyukai hiburan. Maka dari itu Sunan Bonang pun mempunyai ide untuk membuat alat musik gamelan untuk menarik minat masyarakat Tuban.

Agar banyak masyarakat yang tertarik untuk belajar agama Islam. Sehingga di saat Sunan Bonang mengadakan pertunjukan gamelan, di sela-selanya ia melakukan dakwah.

4. Sunan Drajat

Sunan Drajat merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Menurut sejarah Walisongo ajaran yang sering disampaikan oleh Sunan Drajat adalah kepada murid-muridnya adalah �Suluk Petuah�. Di dalamnya terdapat beberapa buah pesan yang bisa ditanamkan di dalam diri setiap manusia.
  • Nama Asli Sunan Drajat: Raden Qosim
  • Wilayah Dakwah Sunan Drajat: Desa Jelog, Pesisir Banjarwati, Lamongan.
  • Peninggalan Sunan Drajat: Gamelan singa mangkok.
  • Tahun Wafatnya: 1522 M.
  • Makam Sunan Drajat: Paciran, Lamongan.
Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Drajat merupakan saudara seibu dengan Sunan Bonang. Setelah ayahnya meninggal, Beliau belajar dan berguru tentang ilmu agama Islam dari Sunan Muria. Kemudian Beliau kembali lagi ke Desa Jelog, Pesisir Banjarwati, Lamongan.

Adapun beberapa kutipan perkataan yang terdapat pada suluk petuah adalah sebagai berikut:

Wenehono teken wong kang wuto artinya berilah tongkat kepada orang yang buta.
Wenehono mangan marang wong kan luwe artinya berilah makan kepada orang yang kelaparan.
Wenehono busono marang wong kang wudo artinya berilah pakaian kepada orang yang telanjang.
Wenehono ngiyup marang wong kang kudanan artinya berilah tempat untuk berteduh pada orang yang kehujanan.
Setelah Beliau tiba di Lamongan, Beliau menyampaikan pelajaran apa yang sudah didapatkan dari dari Sunan Muria kepada masyarakat Lamongan. Semakin hari muridnya semakin banyak, hingga pada akhirnya Sunan Drajat memutuskan mendirikan pondok pesantren yang berada di Daleman Duwur, Desa Drajat, Paciran Lamongan.

5. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Menurut sejarah Wali Songo Sunan Kalijaga merupakan salah seorang Wali yang mengajarkan agama Islam secara dengan bertahap. Caranya adalah dengan  menanamkan nilai-nilai agama dalam budaya dan ideologi rakyat sekitar.

Hal ini dilakukan karena Beliau memiliki keyakinan bahwa jika agama Islam sudah dikenali dan dimengerti oleh masyarakat, maka perilaku buruk manusia akan hilang dengan sendirinya.
  • Nama Asli Sunan Kalijaga: Raden Said.
  • Wilayah Dakwah Sunan Kalijaga: Demak dan daerah sekitarnya.
  • Peninggalan Sunan Kalijaga: Seni ukir, wayang, gamelan dan suluk.
  • Tahun Wafatnya Sunan: 1513 M.
  • Makam Sunan Kalijaga: Desa Kadilangu, Demak Bintara, Jawa Tengah.
Berdasarkan sejarah Wali Songo,  Sunan Kalijaga adalah orang pribumi asli yang lahir di Tuban, Jawa Timur. Sunan Kalijaga adalah anak  laki-laki dari Arya Wilatikta yang merupakan seorang tokoh pemberontak pimpinan Ronggolawe pada masa kerajaan Majapahit.

Julukan Kalijaga sendiri yang disematkan kepada beliau berdasarkan sejumlah pendapat diambil dari nama sebuah dusun di Cirebon. Dusun tersebut memiliki nama Kalijaga, sebab zaman dulu berdasarkan cerita sejarah Sunan Kalijaga memiliki hubungan dekat dengan Sunan Gunung Jati.

6. Sunan Kudus

Sunan Kudus termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Wali Songo. Berdasarkan sejarah Sunan Kudus merupakan seorang Wali yang mewariskan budaya toleransi antar umat beragama. Sebagai contoh adalah umat Islam diajarkan untuk menyembelih kerbau pada saat hari raya Idul Adha untuk menghormati masyarakat Hindu di Kudus.
  • Nama Asli Sunan Kudus: Ja�far Shadiq
  • Wilayah Dakwah Sunan Kudus: Kudus, Jawa Tengah
  • Peninggalan Sunan Kudus: Masjid Menara Kudus
  • Tahun Wafatnya: 1550 M
  • Makam Sunan Kudus: Kudus, Jawa Tengah
Menurut catatan sejarah Sunan Kudus adalah cucu dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati dari anaknya yang bernama Syarifah. Hal ini berarti Beliau merupakan keponakan dari Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Julukan Sunan Kudus yang diberikan kepadanya berasal dari nama tempat Beliau belajar yaitu Al-Quds.

Sejarah Singkat Sunan Kudus
Selain menimba ilmu agam Islam di Al-Quds, Yerusalem, Palestina, Beliau juga belajar agam islam dari kedua  pamannya (Sunan Bonang dan Sunan Drajat). Selam belajar di Yerusalem, Sunan Kudus banyak mendapat pelajaran mengenai ilmu agama dan ilmu pengetahuan dari para ulama Arab.

Seusai menuntaskan belajar di Yerusalem, Beliau kembali ke Nusantara dan memulai merintis sebuah pondok pesantren. Di pondok pesantren itu Sunan Kudus mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam dan berdakwah untuk mengajak masyarakat setempat agar beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Ilmu yang didapatkan ketika menuntut ilmu di Jawa dan Timur Tengah dangatlah banyak. Berkat keluasan ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang dimiliki oleh Sunan Kudus, akhirnya masyarakat setempat meminta agar beliau menjadi pimpinan daerah Kudus.

Sunan Kudus pun mengambil tawaran tersebut, karena menilai bahwa ini dapat menjadi salah satu kesempatan untuk menyebarkan ajaran agama Islam lebih luas lagi. Ditambah Beliau jadi memiliki kesempatan untuk mengajarkan agama Islam di kalangan pejabat, priyai, dan bangsawan-bangsawan pada kerajaan Jawa.

Beliau juga mendapat gelar Wali Al-ilmi yang berarti orang yang berilmu karena keluasan ilmu yang dimiliki oleh Sunan Kudus. Ketika berdakwah di masyarakat, Beliau juga menggunakan cara dakwah dengan menyelipkaan ajaran agama Islam pada kebiasaan atau budaya rakyat setempat.

7. Sunan Muria

Sunan Muria termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Muria adalah salah satu tokoh Wali Songo yang memiliki metode pembelajaran agam Islam yang terkenal. Metode pengajaran Beliau adalah menggunakan tembang sinom dan kinanti dalam menyampaikan ajaran Islam

Selain itu Sunan Muria juga mewariskan sebuah budaya bernama kenduri. Budaya Kenduri ini merupakan sebuah budaya untuk mendoakan orang yang sudah meninggal sesudah dimakamkan. Di dalam kenduri ini terdapat istilah nelung dinani artinya 3 hari, mitung dinani artinya 7 hari, matang puluhi artinya 40 hari, nyatus artinya 100 hari, mendak pisan, mendak pindo, nyewu artinya 1000 hari.
  • Nama Asli Sunan Muria: Raden Umar Said.
  • Wilayah Dakwah Sunan Muria: Kudus dan Pati.
  • Peninggalan Sunan Muria: Masjid Muria.
  • Tahun Wafatnya: 1551 M.
  • Makam Sunan Muria: Kudus, Jawa Tengah.
Sunan Muria merupakan putra dari Sunan Kalijaga dan Istrinya yang bernama Saroh, adik kandung dari Sunan Giri. Dalam berdakwah di masyarakat Beliau menggunakan cara syiar dengan menyisipkan nilai-nilai Islam kedalam budaya dan dan kesenian masyarakat setempat.

Sunan Muria lebih akrab dan suka berdakwah kepada rakyat jelata karena memiliki jumlahnya paling banyak dan mereka juga mudah menerima ilmu-ilmu baru. Selain menyampaikan ajaran agama islam, semasa hidupnya Beliau juga bertani, berdagang, dan melaut.

8. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati termasuk salah seorang Sunan dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Gunung Jati merupakan salah seorang tokoh Walisongo yang populer akan pesan wasiatnya.

Pesan wasiat itu berbunyi �Sugih bli rerawat, mlarat bli gegulat� maknanya menjadi kaya bukan untuk diri sendiri, menjadi miskin bukan untuk menjadi beban orang lain.
  • Nama Asli Sunan Gunung jati: Syarif Hidayatullah.
  • Wilayah Dakwah Sunan Gunung Jati: Cirebon, Banten dan Demak.
  • Peninggalan Sunan Gunung Jati: Masjid merah Panjunan, Kumangang Pintu, dan Kereta untuk berdakwah.
  • Tahun Wafatnya: 1568 M.
  • Makam Sunan Gunung Jati: Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon Jawa Barat.
Sunan Gunung Jati merupakan seorang Wali keturunan bangsawan dari Timur Tengah yang bernama Sultan Syarif Abdullah Maulana. Ayah Sunan Gunung Jati adalah keturunan dari Bani Hasyim yang berasal dari Palestina dan jadi pembesar di Negara Mesir.

Sunan Gunung Jati semasa hidupnya menyampaikan ajaran Islam di wilayah sekitar daerah Cirebon, Jawa Barat. Di sana Beliau juga membangun sebuah pondok pesantren untuk mengajarkan ilmu agama Islam kepada masyarakat yang tinggal di Cirebon.

9. Sunan Giri

Sunan Giri merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Berdasarkan sejarah Wali Songo, Sunan Giri adalah seorang Wali yang populer akan cara penyampaian dakwah yang ceria kepada masyarakat.

Dalam penyampaian dakwah, Sunan Giri juga menyelipkannya ke dalam hiburan lagu permainan contohnya cublak-cublak suweng, jamuran, dan lir ilir.
  • Nama Asli Sunan Giri: Muhammad Ainul Yakin.
  • Daerah Penyebaran Islam Sunan Giri: Gresik, Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
  • Peninggalan Sunan Giri: Tembang Pucung, Tembang Asmarandana, Masjid Giri, Giri Kedaton dan Telogo Pegat.
  • Tahun Wafat Sunan Giri: 1506 M
  • Makam Sunan Giri: Kebomas, Gresik, Jawa Timur.

Sunan Giri merupakan putra keturunan dari ulama Islam yang sedang melakukan syiar Islam di daerah Pasai, Malaka. Namun karena pada saat itu timbul sebuah konflik, sehingga ayah Sunan Giri menitipkan Sunan Giri pada seorang nelayan supaya dibawa pergi ke Jawa.

Sumber Referensi:
https://www.zonareferensi.com/nama-nama-wali-songo/
https://informazone.com/wali-songo/
https://moondoggiesmusic.com/wali-songo/

Rabu, 02 Januari 2019

Sejarah Asal Usul Kota Surabaya - Jawa Timur

Nama Kota Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya atau lebih dikenal dengan sebutan Sura ing Baya, dibaca Suro ing Boyo. Gabungan dua kata itu diartikan �berani menghadapi tantangan�. Ada juga yang mengatakan berasal dari kata Cura Bhaya atau Curabhaya. Penulisan nama atau penyebutan Surabaya sebelumnya pernah ditulis sebelumnya dengan : Surabaia, Soerabaia, Seoarabaja dan Surabaja.

Asal Usul dan Sejarah Terjadinya Kota Surabaya 

Nama Ujunggaluh (Hujunggaluh) sudah tersebut dalam sumber sejarah berupa prasasti abad X (905 AD, 907 AD, 930 AD, serta 934 AD), tetapi bahwa Ujunggaluh adalah sebuah pelabuhan dagang yang berada di Kali brantas baru diketahui dari prasasti Kelagen (sekarang di Dukuh Kelagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo) yang dibuat atas perintah Raja Airlangga pada tahun Saka 959 atau tahun 1037 AD.

Suatu petunjuk yang memberikan keterangan agak pasti tentang letak Ujunggaluh baru muncul pada permulaan abad XIII dari buku Chu Fan Chi tulisan Chau Ju Kua (1220 AD) yang menyebutkan bahwa pada waktu itu Ujunggaluh menghasilkan garam teluk (bay salt), biribiri, dan burung kakaktua. Karena Ujunggaluh menghasilkan garam, tentu letaknya di pantai.
Sejarah Asal Usul Kota Surabaya - Jawa Timur
Icon Kota Surabaya
Data-data dari sumber-sumber sejarah yang berupa prasasti Kelagen (1037 AD), tulisan buku Chau Ju Kua (1220 AD), kronik dinasti Yuan (1293), Kidung Harsa Wijaya (abad XVII), buku Pararaton (abad XVIII), membawa kita pada kesimpulan bahwa lokasi Ujunggaluh pada abad XIII berada di kotamadya Surabaya sekarang.

Banyaknya kampung-kampung di Kotamadya Surabaya yang memakai kata kali, misalnya Kaliasin, Kaliwaron, Kali-kepiting, Darmokali, Ketabangkali, Kalidami, dan lain-lain, kiranya merupakan petunjuk bahwa di Ujunggaluh pada abad XIII banyak terdapat sungai. Sumber tertulis tertua yang menyebutkan nama Surabaya adalah Prasasti Trowulan I dari tahun 1358 AD (tahun Saka 1280), yakni sebagai nama desa yang termasuk kelompok desa di tepi sungai, sebagai tempat penambangan (naditira pradesa) yang dulu sudah ada.

Sejak mundurnya kerajaan Majapahit pada awal abad XV, Surabaya kemudian berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam yang dipimpin oleh Raden Rakhmat atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel. Kepemimpinan Sunan Ampel ini mendapat restu dari Majapahit.

Pada waktu itu Malak menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan sekaligus juga sebagai pusat penyebaran agama Islam di Asia Tenggara. Hal ini makin memantapkan kedudukan Surabaya dan Gresik sebagai pusat penyebaran Islam, khususnya di sepanjang jalur pelayaran Laut Jawa, karena para saudagar Jawa yang menguasai perdagangan antara Maluku-Jawa-Malaka.

Peranan dan pengaruh Surabaya sangat besar dalam proses pengislaman Jawa. Atas jasa Surabaya pula muncul kota-kota pelabuhan sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama islam di sepanjang pantai utara jawa. Antara lain adalah kota gresik, Sedayu, dan Tuban, serta Demak yang kemudian menjadi pusat kesultanan Demak di bawah Raden Fatah.

Setelah wafatnya Sunan Ampel, kepemimpinan Islam di Surabaya berpindah ke Giri dan Gresik. Sedangkan pengganti Sunan Ampel yang menguasai Surabaya adalah putranya, Sunan Drajat, kemudian berturu-turut adalah Kiaji Gede Pemburuan, Panembahan Romo, Pangeran Suroboyo, Tumenggung Surdipuro, Kiaji Tumenggung Natar Wong Pati, dan Kiaji Arip Kertosono.

Juga pernah ada sebuah pemerintahan yang terdiri dari 11 orang yang disebut �Hoemboels� dan dipimpin oleh Prumus inter Paris. Sesudah itu menyusul nama-nama Bupati Kiaji Nilisroyo, Raden Nolo Dito, Trunojoyo, Pati Bondang, dan Panji Wirio Kromo seorang pangeran buta yang diberi nama �Raja�, Pangeran Pekik.

Pada abad XVII, menurut buku Tung Hsi Yang Kau, disebutkan Gresik telah menguasai wilayah Surabaya dan Yortan (Bangil). Bahkan disebutkan Surabaya sudah tidak begitu penting sekali, karena sebagian besar pedagang telah pindah ke Yortan.

Nama dan peranan Surabaya muncul secara pasti pada masa awal pertumbuhan Majapahit. Tentara Tartar berhasil dihancurkan oleh R. Wijaya di daerah yang bernama Ujunggaluh pada tanggal 31 Mei 1293 AD. Kemudian peristiwa heroik itu dimitoskan dan dilambangkan sebagai pertempuran antara ikan Sura dan Baya ( Surabaya), dan selanjutnya dipakai sebagai sebutan baru bagi Ujunggaluh.

Sejarah Kota Surabaya

Pada tanggal 31 Mei 1293 Raden Wijaya (Pendiri Kerajaan Majapahit) dengan keberanian dan semangat dan jiwa kepahlawanan berhasil menghancurkan dan mengusir tentara Tar-Tar, pasukan kaisar Mongolia dari bumi Majapahit. Tentara Tar-Tar meninggalkan Majapahit melalui Ujung galuh, sebuah desa yang terletak di ujung utara Utara Surabaya, di muara Kali Mas.

Kerajaan Surabaya yang luput dari catatan sejarah sudah saya singgung. Sastrawan Surakarta, Ki Padmosusastro 1902, mencatat penggal kisah kerajaan kecil di sudut Bang Wetan (Jawa Timur) ini dalam Kitab �Sedjarah Dalem� yang saya baca beberapa waktu lalu. Setidaknya bisa menambah refrensi.

Kerajaan Surabaya diperkirakan lahir 1365, jauh lebih tua dibanding Mataram yang lahir pada 1577. Namun kerajaan Surabaya secara resmi bubar setelah kekuasaan jajahan Mataram di Bang Wetan �beralih� ke kompeni 1755. Akhir kerajaan Surabaya, tidak lepas dari pengaruh Mataram.

Namun kekuasaan Surabaya baru benar-benar hilang ketika penguasa Hindia Belanda Van Imhoff, berkunjung ke Surabaya pada 11 April 1746. Diperkirakan kerajaan ini berdiri selama tidak kurang dari 375 tahun.

Digambarkan, Pengaruh Kerajaan Surabaya meliputi Bang Wetan, Kalimatan Selatan, Kalimatan Timur, Pulau Sulawesi bagian tengah hingga selatan dan sebagian kepulauan Maluku bagian selatan. Surabaya adalah kerajaan niaga terakhir yang memiliki hubungan dengan Portugis, Belanda, Inggris, dan Tiongkok.

Menurut Padmosusastro, tidak tercatatnya nama raja-raja Surabaya karena minimnya sastra tulis, seperti lazimnya kerjaaan di pedalaman Jawa. Namun penguasa Surabaya yang paling terkenal adalah raja abad 17 karena keberaniannya menolak hegemoni tiga raja Mataram. Catatan Padmosusastro menyebut nama Raja Surabaya itu adalah Jayalengkara. Putra raja ini lebih tersohor, yaitu Pangeran Pekik.

Dari tahun 1483-1542 Surabaya merupakan bagian dari wilayah kerajaan Demak. Sesudah itu kurang lebih 30 tahun Surabaya ada di bawah kekuasaan supremasi Madura. dan antara 1570 sampai 1587 Surabaya ada di bawah dinasti Pajang.

Pada tahun 1596, orang Belanda pertama kali datang ke Jawa Timur di bawah pimpinan Cornelis Houtman. Pada tahun 1612 Surabaya sudah merupakan bandar perdagangan yang ramai. Banyak pedagang Portugis membeli rempah-rempah dari pedagang pribumi. Pedagang pribumi membeli rempah-rempah secara sembunyi-sembunyi dari Banda, meskipun telah ada persetujuan dengan VOC yang melarang orang-orang Banda berdagang untuk kepentingannya sendiri.

Setelah tahun 1625 Surabaya jatuh ke tangan kerajaan Mataram. Setelah takluk dari kerajaan Mataram, tahun 1967 Surabaya mengalami kekacauan akibat serangan para bajak laut yang berasal dari Makasar. Pada saat keadaan tidak menentu inilah muncul nama Trunojoyo, seorang pangeran dari Mataram dari suku Madura, yang memberontak terhadap Raja Mataram. Dengan pertolongan orang-orang Makasar Trunojoyo berhasil menguasai Madura dan Surabaya.

Di bawah kekuasaan Trunojoyo, Surabaya menjadi pelabuhan transit dan tempat penimbunan barang-barang dari daerah subur, yaitu delta Brantas. Kalimas menjadi �sungai emas� yang membawa barang-barang berharga dari pedalaman.

Dengan alasan ingin membantu Mataram, pada tahun 1677 Kompeni mengirim Cornelis Speelman yang dilengkapi dengan angkatan perang yang besar ke Surabaya. Benteng Trunojoyo akhirnya dapat dikuasai Speelman. Kemudian Gubernur Jenderal Couper mengembalikan Surabaya kepada Mataram.

Pada abad 18, tahun 1706, Surabaya menjadi ajang pertempuran antara Kompeni dibawah pimpinan Govert Knol dan Untung Surapati.

Setelah peperangan terus menerus, tanggal 11 Nopember 1743 Paku Buwono II dari kerajaan Mataram dan Gubernur Jenderal Van Imhoff di Surakarta menanda-tangani sebuah persetujuan yang menyatakan bahwa ia menyerahkan haknya atas pantai utara Pulau Jawa dan Madura (termasuk di antaranya di Surabaya) kepada pihak VOC yang telah memberikan bantuan hingga ia berhasil naik tahta di kerajaan Mataram.Tetapi pasukan Hindia Belanda baru mengunjungi Surabaya pada tanggal 11-April-1746.

VOC mendirikan struktur pemerintahan baru di daerah pantai utara Pulau Jawa dan Madura dengan kedudukan gubernur di Semarang. Di Surabaya diangkat seorang Gezaghebber in den Oostthoek (Penguasa Bagian Timur Pulau Jawa).

Antara Tahun 1794-1798 Penguasa Bagian Timur Pulau Jawa adalah Dirk van Hogendorp.

Pada tanggal 6 September 1799, Fredrick Jacob Rothenbuhler menggantikan Van Hogendorp berkuasa sampai tahun 1809. Pada tahun 1807 Surabaya mendapat Serangan dari angkatan laut Inggris di bawah pimpinan Admiral Pillow yang akhirnya meninggalkan Surabaya.

Setelah kebangkrutan VOC, Hindia Belanda diserahkan kepada pemerintah Belanda. Tahun 1808-1811 Surabaya di bawah pemerintahan langsung Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang menjadikan Surabaya sebagai kota Eropa kecil. Surabaya dibangun menjadi kota dagang sekaligus kota benteng.

Tahun 1811-1816 Surabaya berada dibawah kekuasaan Inggris yang dijabat oleh Raffles. Tahun 1813 Surabaya menjadi sebuah kota yang dapat dibanggakan, sampai-sampai William Thorn dalam buku Memoir of Conguest of Java berpendapat bahwa Kota Gresik (pada masa sebelumnya menjadi kota pelabuhan yang ramai) sudah menjadi kuno bila dibandingkan dengan Surabaya.

Setelah itu Surabaya kembali dikuasai Belanda. Tahun 1830-1850, Surabaya betul-betul berbentuk sebagai kota benteng dengan benteng Prins Hendrik ada di muara Kalimas. Pada tahun 1870, Surabaya terus berkembang ke selatan menjadi kota modern.

Referensi:
https://www.kaskus.co.id/thread/512b751e1976087d6d00000e/asal-usul-dan-sejarah-terjadinya-kota-surabaya/
https://sejarahlengkap.com/indonesia/sejarah-kota-surabaya
https://www.surabaya.go.id/id/page/0/4758/sejarah-kota-surabaya/
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/02/26/asal-nama-surabaya-bukan-hiu-dan-buaya

Selasa, 01 Januari 2019

Sejarah Awal Terbentuknya Dan Runtuhnya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri merupakan salah satu dari beberapa kerajaan besar dan berpengaruh di nusantara. Kadiri atau juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan kerajaan Jawa Timur di tahun 1042 sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang merupakan Kota Kediri. Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan Daha merupakan singkatan dari Dahanapura yang memiliki arti kora api. Ini bisa dilihat dari sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042. 

Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan putusan Raja Airlangga selaku pemimpin dari Kerajaan Mataram Kuno yang terakhir. Dia membagi kerajaan menjadi dua bagian, yaitu menjadi Kerajaan Jenggala atau Kahuripan dan Panjalu atau Kediri.

Hal ini bermula pada tahun 1042. Kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta kerajaan Mataram Kuno. Sehingga dengan terpaksa Raja Airlangga membelah kerajaan menjadi dua bagian.
Sejarah Awal Terbentuknya Kerajaan Kediri
Peta Wilayah Kekuasaan Kerajaan Kediri

Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri Samarawijaya dan  Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan.

Sebagaimana termaktub dalam Prasasti Meaenga disebutkan Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji Garasakan diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan Panjalu Kediri berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.

Kedua kerajaan ini dipisahkan dengan dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya agar tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan wilayah Delta Sungai Brantas.

Secara terperinci, wilayah Kerajaan Jenggala bermula dari pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, dan Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu atau Kediri meliputi wilayah Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.

Daftar Raja atau Penguasa Kerajaan Kediri :

1.Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu
2.Kameshwara
3.Jayabaya
4.Prabu Sarwaswera
5.Prabu Krhoncharyadipa
6.Srengga Kertajaya

Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahan Raja Kertajaya. Hal ini bermula saat terjadi pertentangan antara raja dengan Kaum Brahmana. Raja Kertajaya dianggap melanggar aturan agama dengan memaksa mereka menyembah kepadanya sebagai dewa.

Kaum Brahmana kemudian meminta pertolongan kepada Ken Arok, yang saat itu menjadi pemimpin di kadipaten Tumapel. Karena Ken Arok juga memiliki kepentingan untuk melepaskan diri dari Kediri, maka peperangan pun tidak dapat dielakkan.

Akhirnya pada tahun 1222 Masehi, Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya dan Kerajaan Kediri menjadi wilayah bawahan Tumapel yang kemudian beralih nama menjadi Kerajaan Singhasari.

Sebagai pemimpin di Kerajaan Singhasari, Ken Arok lalu mengangkat Jayasabha, putra mendiang  Kertajaya sebagai bupati Kediri. Jayasabha digantikan oleh putranya Sastrajaya pada tahun 1258. Dan selanjutnya Sastrajaya digantikan putranya Jayakatwang.

Di masa Jayakatwang, Kediri kemudian berusaha membangun kembali Kerajaannya dengan memberontak Kerajaan Singhasari yang saat itu dipimpin oleh Kertanegara. Terbunuhlah Raja Kertanegara dan Kediri berhasil dibangun  kembali oleh Jayakatwang.

Namun, kerajaan Kediri tidak berdiri lama, Menantu dari Raja Kertanegara bernama Raden Wijaya berhasil meruntuhkan kembali Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Jayakatwang. Setelah itu, tidak ada lagi Kerajaan Kediri untuk selamanya.

Peninggalan Kerajaan Kediri
Sumber sejarah kerajaan Kediri  dapat di telusuri  dari beberapa prasasti  dan berita asing  di antaranya :

  1. Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu  atas Jenggala.
  2. Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
  3. Prasasti Sirah Keting (1104 M), memuat pemberian hadiah tanah kepada   rakyat desa oleh Jayawarsa.
  4. Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono berisi masalah     keagamaan ,  berasal dari raja Bameswara.
  5. Prasasti Ngantang (1135M), menyebutkan raja Jayabaya  yang memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas dari pajak.
  6. Prasasti Jaring (1181M), dari raja Gandra yang memuat sejumlah nama pejabat dengan menggunakan nama hewan seperi Kebo Waruga dan Tikus Jinada.
  7. Prasasti Kamulan (1194M) , memuat masa pemerintahan Kertajaya , dimana Kediri berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana Katang-Katang.
  8. Candi Penataran : Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
  9. Candi Gurah : Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali.
  10. Candi Tondowongso : Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
  11. Arca Buddha Vajrasattva : Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum f�r Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
  12. Prasasti Galunggung : Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi prasasti.
  13. Candi Tuban : Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon � ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap angker.Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira � kira setengah sampai satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki � laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang laki � laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
  14. Prasasti Panumbangan : Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
  15. Prasasti Talan : Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap.Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.


Referensi:
https://sejarahlengkap.com/indonesia/kerajaan/sejarah-kerajaan-kediri
https://agtvnews.com/2017/09/sejarah-kerajaan-kediri-lengkap-urutan-raja-raja-dari-sumber-terpercaya.html
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-kediri-sejarah-raja-dan-peninggalan-beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/